Syukur Kepada Allah
Menjadi orang bahagia adalah cita-cita setiap insan. Sebagian orang memaknai kebahagian itu dengan kemewahan dunia. Sebagian yang lain mengartikan kebahagiaan itu dengan popularitas dan kedudukan atau jabatan yang tinggi. Perbedaan sudut pandang itulah yang menggiring manusia untuk menempuh jalan yang berbeda menurut kebahagiaan yang mereka sangka.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Ibadah kepada Allah, ma'rifat, tauhid, dan syukur kepada-Nya itulah Sumber kebahagiaan hati setiap insan. Itulah kelezatan tertinggi bagi hati. Kenikmatan terindah yang hanya akan diraih oleh orang-orang yang memang layak untuk mendapatkannya..." (adh-Dhau' al-Munir 'ala at-Tafsir, 5/97)
Kata syukur lebih dekat maknanya pada pengucapan rasa terima kasih terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah subhanahu wata'ala. Menurut istilah syukur adalah terlihatnya bekas nikmat Allah dalam lisan hamba-Nya, dengan pujian dan pengakuan. Dan dalam qalbunya dengan kesaksian dan kecintaan. Dan dalam anggota badannya dengan tunduk dan taat.
Menurut Imam al-Ghazali, syukur merupakan maqam (derajat/level) yang paling tinggi dari sabar, khauf (takut) kepada Allah subhanahu wata'ala. Pandai-pandailah mensyukuri nikmat Allah Ta'ala apapun itu. Karena keutamaan orang yang bersyukur amat luar biasa.
Allah Ta'ala berfirman:
...وَسَنَجْزِى الشّٰكِرِيْنَ
"...Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 145)
Hasan al-Bashri berkata, "Sesungguhnya Allah itu memberikan nikmat sesuai kehendak-Nya. Apabila seseorang tidak mensyukuri maka, Dia akan menggantinya dengan adzab. Karena itulah mereka menamakannya dengan al-hafizh (penjaga), karena syukur itu dapat menjaga nikmat yang telah ada, al-jalib (penarik) karena Dia dapat menarik nikmat yang hilang."
Allah Ta'ala berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim: 7)
Allah subhanahu wata'ala dalam banyak ayat di dalam al-Qur'an memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka syukur merupakan ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah. Karena bersyukur adalah menjalankan perintah Allah Ta'ala. Kufur atau enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah Ta'ala adalah bentuk pembangkangan terhadap Allah Ta'ala.
Paling tidak, ada empat cara mensyukuri nikmat Allah Ta'ala:
1. Mensyukuri nikmat Allah dengan berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara sampainya nikmat Allah. Oleh karenanya, mengucapkan terima kasih adalah akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
لا يشكر الله من لا يشكر الناس
"Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah." (HR. Tirmidzi no. 2081)
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
مَن صُنِعَ إليهِ معروفٌ فقالَ لفاعلِهِ : جزاكَ اللَّهُ خيرًا فقد أبلغَ في الثَّناءِ
"Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan, 'Jazaakallahu khair' (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya." (HR. Tirmidzi no. 2167)
2. Senantiasa merasa cukup atas nikmat yang ada, membuat kita selalu bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, orang yang senantiasa merasa tidak puas, merasa kekurangan, ia merasa Allah tidak pernah memberi kenikmatan kepadanya sedikitpun.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
كن وَرِعًا تكن أعبدَ الناسِ ، و كن قنِعًا تكن أشْكَرَ الناسِ
"Jadilah orang yang wara', maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti. Jadilah orang yang qana'ah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur." (HR. Ibnu Majah no. 3417)
3. Berdzikir dan memuji Allah adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Ada beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah khusus mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
من قال حين يصبح: اللهم ما أصبح بي من نعمة أو بأحد من خلقك فمنك وحدك لا شريك لك، فلك الحمد ولك الشكر. فقد أدى شكر يومه، ومن قال ذلك حين يمسي فقد أدى شكر ليلته
"Barangsiapa pada pagi hari berdzikir: Allahumma ashbaha bii min ni'matin au biahadin min khalqika faminka wahdaka laa syariikalaka falakal hamdu wa lakasy syukru. (Ya Allah, atas nikmat yang Engkau berikan kepada ku hari ini atau yang Engkau berikan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, maka sungguh nikmat itu hanya dari-Mu dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Segala pujian dan ucap syukur hanya untuk-Mu). Maka ia telah memenuhi harinya dengan rasa syukur. Dan barangsiapa yang mengucapkannya pada sore hari, ia telah memenuhi malamnya dengan rasa syukur." (HR. Abu Daud no.5075)
4. Melaksanakan shalat tahajjud adalah bentuk kesyukuran kepada Allah Ta'ala.
Dari 'Aisyah radhiyallahu anhuma, dia berkata, "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat, beliau berdiri hingga kedua telapak kaki beliau merekah, lalu 'Aisyah bertanya, 'Kenapa engkau melakukan semua ini, padahal Allah subhanahu wata'ala telah memberikan ampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?' Lalu beliau menjawab, 'Apakah tidak boleh jika aku termasuk hamba yang bersyukur.'" (HR. Al-Bukhari no. 4837) dan Muslim no. 2820)
Ketika seorang hamba sudah mengetahui hakikat ibadahnya sebagai bentuk syukur, saat itulah ibadah bisa menjadi perisainya. Seorang yang menunaikan kewajibannya dan juga menambahnya dengan ibadah-ibadah sunah akan bermuara pada kecintaan Allah. Ketika ia sudah mendapatkan cinta Allah, seluruh aktivitas yang ia jalani di muka bumi adalah restu dan ridha dari Allah subhanahu wata'ala.
Wallahu a'lam bish showab
★★★★
#GueIslamGueKeren
#TahajjudMudah
#DenganJamaahTahajjudMudah
#KomunitasTahajjudBerantai
Komentar
Posting Komentar